Alloh SWT
berfirman :
"Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi
orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda,(QS Al-Hijr 75)
RasuluLloh
SAWW bersabda, :
"Takutlah
kalian dengan firasat orang mukmin karena mereka melihat dengan cahaya Alloh".
Ustadz
Syaikh Abu Ali Ad-Daqaq berkata, "Firasat adalah suara bathin yang masuk
ke dalam hati dan meniadakan kontradiksi. Setiap suara hati memiliki nilai
hukum yang menguasai hati. Kata firasat merupakan pecahan dari kata farasa yang
mengandung makna menerkam atau memburu.Farisah as-sabu'u memiliki makna
terkaman binatang buas. Akan tetapi makna pembandingnya tidak bisa diartikan
dalam konteks hati secara apa adanya. Keberadaannya mengukuti kualitas iman.
Setiap orang yang imannya lebih kuat, pasti firasatnya lebih tajam."
Abu
Said Al-Kharaz mengatakan "Barang siapa melihat dengan cahaya firasat
berarti dia melihat dengan cahaya Al-Haq. Sumber ilmu yang dipakai
memandang berasal dari Al-Haq. Dia dapat melihat dengan tanpa lupa dan
lalai. Hukum kebenaran Tuhan mengiringi gerakan lidah. Manusia semacam ini
berbicara dengan menggunakan pancaran sinar kebenaran Tuhan. Ucapanya yang
menyatakan dia memandang dengan cahaya Al-Haq artinya melihat dengan
cahaya yang dikhususkan Alloh kepadanya."
Muhammad
Al-Washiti mengatakan, "firasat adalah pancaran cahaya yang memancar ke
dalam hati, dominasi ma'rifat yang membawa rahasia-rahasia ke dalam hati, dari
sesuatu yang gaib menuju yang gaib sehingga dia mampu melihat sesuatu menurut
sisi mana Tuhan memandang. Dia bisa berbicara dengan hati makhluk."
Abul
Hasan Ad Dailami mengatakan, : Saya pernah memasuki kota Antakiya wilayah
Turki, karena sebab seorang pria yang berkulit sangat hitam. Menurut kabar yang
saya terima, dia bisa berbicara yang sifatnya sangat rahasia. Sayapun tinggal
bersamanya sampai dia keluar dari daerah pegunungan Lukam. Sewaktu keluar, dia
membawa sesuatu yang mubah yang hendak dijualnya. Sementara keadaan saya sudah
dua hari tidak makan apa-apa. Saya lihat apa yang dibawanya bisa dimakan.
"Berapa
hargnya ?" tanya saya.
Saya
membayangkan bisa membeli sesuatu yang berada di tangannya.
"Duduklah
sampai saya selesai berjualan dan memberikan kamu apa yang hendak kamu beli."
Dia memberi saran kepada saya.
Saya
tidak mempedulikan omongannya. Saya biarkan dia menyelesaikan urusannya,
sementara saya berjalan ke penjual lain yang saya kira akan menawarkan
dagangannya. Akan tetapi penjual itu tidak membutuhkan penawaran saya, sehinga
membuat saya harus kembali kepada lelaki hitam tersebut. Saya mengulangi
tawaran saya dengan suara yang agak keras,"Jika engkau menjual barang ini,
maka katakan pada saya berapa harganya ".
"Engkau
telah kelaparan selama dua hari. Duduklah hingga saya menjual dan memberikan
kepadamu apa yang hendak engkau beli." Dia kembali memberi saran kepada
saya. Sayapun akhirnya duduk. Ketika dia menjual dan memberikan sesuatu kepada
saya, kemudian dia pergi. Saya penasaran lalu mengikutinya. Dia menoleh kepada
saya dan mengatakan," Jika kamu ditimpa keperluan, maka Alloh pasti
menurunkannya kecuali jika nafsumu meminta bagian yang dapat menutupi
keterkabulan dari Alloh."
Muhammad
Al-Kattani mengatakan, "Firasat adalah ketersingkapan keyakinan, kemampuan
melihat ghaib, dan dia merupakan bagian dari derajat iman." Dikatakan,
Imam Syafi'i dan Muhammad bin Hasan berada di Masjidil Haram. Kemudian seorang
pria measuki masjid. Muhammad bin Hasan mengatakan, "Menurut firasatku dia
adalah tukang kayu.' Namun Imam Syafi'i megatakan, "Menurutku dia adalah
seorang tukang besi." Keduanya lantas mendatangi orang tesebut dan
menanyakan statusnya. Lelaki itu menjawab, "Saya sebelum tahun ini memang
tukang besi, tetapi sekarang saya bekerja dalam perkayuan".
Abu
Sa'id Al-Kharraz mengatakan, "Orang yang memiliki sumber adalah orang yang
meneliti hal-hal ghaib selamanya dan hal-hal ghaib tidak tertutup dari
pandngannya. Tidak ada yang tersembunyi darinya. Dialah gambaran orang yang
ditunjukkan Alloh dengan firman-Nya :
...tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari
mereka (Rasul dan Ulil Amri) (QS An-Nisa 83).
Orang
yang mencari tanda atau firasat adalah orang yang mengetahui tanda. Dai
mengetahui sesuatu yang tersimpan dalam kemurungan hati. Kemampuannya didukung
dengan petunjuk-petunjuk dan alamat-alamat. Alloh SWT berfirman :
Sesungguhnya
yang demikian ini benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi orang yang
memperhatikan tanda-tanda). (QS Al-Hijr 75).
Artinya
orang-orang yang mengerti apa yang ditampakkan oleh Tuhan dengan berbagai
alamat / tanda-tanda. Mereka terbagi menjadi dua golongan : para wali Alloh dan
para musuh-Nya. Orang yang mempunyai firasat melihat dengan cahaya Alloh.
Demikian itu merupakan pancaran cahaya yang memancar ke dalam hati, sehingga ia
dapat melihat berbagai makna atau niali-nilai yang termanifestasikan dalam alam
semesta. Hal itu merupakan keistimewaan iman. Kebanyakan mereka adalah Rabbany.
Alloh SWT berfirman :
Hendaklah
kamu menjadi orang-orang Rabbany(QS Ali Imran 79).
Rabbany artinya
para ulama ahli hikmah yang berakhlak dengan akhlak Tuhan dan berpikiran dengan
pandangan Tuhan.
Mereka kosong dari pengaruh makhluk, Kecenderungan dari melihat mereka dan kosong dari kesibukan dengan mereka.
Mereka kosong dari pengaruh makhluk, Kecenderungan dari melihat mereka dan kosong dari kesibukan dengan mereka.
Abul
Qasim Al-Munadi, seorang ulama sufi dari Naisabur terbesar di zamannya
menderita sakit. Banyak ulama yang menjenguknya, diantaranya Abul Hasan
Al-Busanji dan Hasan Al-Hadad. Sebelum tiba ditempat tujuan, keduanya sempat
membeli beberapa buah apel di tengah jalan secara kredit. Keduanya kemudian
membawanya kepada Abul Qasim. Ketika kedua tamu ini masuk dan duduk di sisi
pembaringan. Abul Qasim berkata, " Kenapa suasana menjadi gelap ?"
Kedua
tamu itu terkejut. Seolah-olah ucapan itu ditujukan kepada mereka berdua.
Keduanya gelisah dan kemudian mereka keluar dan bergumam, "Apa yang telah
kita perbuat ?" Keduanya mencoba berfirir.
"Barangkali
kita belum membayar penuh harga apel," Kata mereka. Keduanya lantas pergi
ke tempat penjual apel dan melunasi pembayarannya, kemudian kembali ke rumah
Abul Qasim. Ketika pandangan beliau jatuh kepada mereka berdua, maka beliau
bergumam, "Mungkinkah secepat ini kegelapan yang menyelimuti seseorang keluar
darinya. Kabarkan pada saya ada apa yang terjadi pada kalian ."
Keduanyapun
menuturkan kisah tentang apel, tentang harga dan tentang pemenuhan janjinya.
Ulama itu diam mendengarkan. Beliau menemukan penyebab kegelapan ruang
tidurnya.
"Memang
benar seseorang dari kalian terlalu percaya pada temannya untuk tidak membayar
penuh harga apel. Dia percaya dengan kebaikan penjual apel, sementara penjual
apel itu malu untuk tidak memenuhi tawarannya. Dia sungkan dan takut berperkara
karena sadar bahwa yang dihadapinya adalah ulama. Dia takut menagih. Sedangkan
saya adalah penyebab utama. Engkau datang dengan membawa apel karna saya.
Itulah yang saya lihat pada diri kalian."
Semenjak
saat itu, Abul Qasim AL-Munadi masuk pasar setiap ada pelelangan. Dan ketika
tangannya menjamah sesuatu yang sekiranya mencukupi harga senilai seperenam
hingga setengah dirham, maka dia keluar dan kembali pada pangkal waktunya dan
meniti-niti hatinya.
Husain
bin Manshur berkata, "Al-Haqq" Telah menguasai rahasia (hati), maka
rahasia-rahasia itu akan menguasainya, mengurusi dan memberitahukan kepadanya
rahasia-rahasia itu".
Seorang
sufi ditanya tentang makna firasat, lalu dijawab, "Beningnya nurani yang
berputar-putar di dalam kerajaaan (alam jasad, alam ruhani, dan alam ghaib)
sehingga dia dimuliakan dengan kemampuan melihat makna-makna ghaib, berbicara
trentang rahasia-rahasia penciptaan dengan pembicaraan yang nyata, dan dia
tidak berbicara dengan dugaan atau persangkaan."
Dikatakan
bahwa antara Zakariya Asy-Syahtani sebelum dia tobat, dan seorang wanita
terjalin hubungan asmara. Suatu hari dia menghadap gurunya, Abu Utsman, setelah
menjadi salah seeorang murid seniornya. Abu Utsman duduk sambil menekurkan
kepalanya, sementara Zakariya duduk bersila di depan gurunya dengan pikiran
melayang mengkhayalkan keasihnya. Abu Utsma mengangkat kepalanya dan menatap
muridnya. "Mengapa engkau tidak merasa malu ?" tanya gurunya.
Syaikh
Abul Qasim menceritakan kisah awal perjalanan sufinya, dia mengatakan,
"Ketika di awal perjumpaan saya dengan ustadz Abu Ali, beliau mengikat
saya dalam suatu acara di majlis ta'lim di masjid Al-Mathuraz. Saya meminta
izin beliau untuk keluar sebentar ke kota Nasa dan beliau mengizinkannya.
Kemudian saya berjalan bersamanya. Di tengah jalan menuju majlis ta'lim, hati
saya berbisik,"Sekiranya beliau mau menggantikan saya di majlis selama
saya tidak ada...' belum selesai hati saya berbicara, Ustadz Abu Ali menoleh
dna mengatakan kepda saya, "Saya akan menggantikanmu selama kamu tidak
ada.: Kemudian kami berjalan, "hati saya kembali berbisik,
"seandainya beliau sakit dan mengalami kesulitan untuk menggantikan saya
selama dua hari dalam seminggu atau paling tidak sekali seminggu.' Tiba-tiba
beliau menoleh kepada saya dan mengatakan, "Jika tidak mungkin
menggantikan kamu dua hari seminggu, paling tidak saya akan menggantikanu
seminggu sekali." Kami kembali berjalan dan ketika hati saya berbisik lagi
dengan hal yang lain, beliau juga menoleh dan memberitahukan kepada saya apa
yang telintas di hati saya".
Syah
AL-Kirmani seorang ulama yang terkenal memiliki ketajaman firasat mengatakan,
"Barang siapa yang mengatupkan pandangannya dari sesuatu yang haram,
mencegah dirinya dari syahwat, menetapi bathinnya dengan keabadian perasaan
diawasi Alloh, meneguhkan zahirnya untuk tetap mengikuti sunah RasuluLloh SAWW,
dan membiasakan makan halal, maka firasatnya tidak mungkin salah".
Abul
Husin An-Nuri pernah ditanya, "dari mana firasat orang-orang yang ahli
firasat itu lahir ?"
:Dari
firman Alloh yang berbunyi :
Dan Kami tiupkan Ruh-Ku ke dalamnya (QS Al-Hijr 29)
Dan Kami tiupkan Ruh-Ku ke dalamnya (QS Al-Hijr 29)
Barang
siapa cahayanya lebih sempurna maka kesaksian hukumnya lebih tepat. Hukumnya
dengan penglihatan firasatnya lebih benar. Mengapa kamu tidak melihat bagaimana
peniupan ruh itu menjadikan keharusan sujud kepada-Nya ? Firman Alloh SWT :
Ketika
Aku sempurnakan penciptaannya, dan aku tiupkan ruh Ku ke dalamnya, maka mereka
bertiarap sujud kepadanya (QS Al-Hijr 29)
Uatadz
Syaikh Abu Ali Ad-Daqaq berkata, "Tafsiran berikut ini dari Abul Hasan
An-Nuri yang menerangkan bahwa ayat teersebut mengandung kesamaan pengertian
dengan penyebutan peniupan roh, bukan pembenaran seseorang yang mengatakan
dengan pijakan kaki ruh, dan tidak sebagaimana ruh yang menyinari hati
orang-orang yang lemah.jika benar baginya peniupan, penyambungan dan pemisahan,
maka dia adalah orang yang menerima pengaruh dan perubahan. Itulah diantara
beberapa ketinggian sesuatu yang baru. Alloh SWT telah mengkhususkan
orang-orang mukmin dengan penglihatan dan cahaya yang dengan cahaya itu mereka
berfirasat. Pada hakikatnya hal ini merupakan pengetahuan yang didasarkan sabda
RasuluLlah SAWW, " Sesungguhnya Dia melihat dengan cahaya
Alloh". Artinya dengan ilmu dan penglihatan yang dikhususkan
kepadanya. Dia diistemawakan Alloh dengan kedua anugerah tersebut dan
dipisahkan dari yang bukan bentuk-bentuknya. Penamaan ilmu dan penglihatan
dengan istilah cahaya adalah bukan sesuatu yang diada-adakan. Sifat demikian
itu tidak dijauhkan dengan penipuan karena maksud dari ayat tersebut adalah
penciptaan."
Husain
bin Manshur mengatakan, orang yang punya firasat adalah orang yang menembakkan
kebenaran dengan lemparan pertama menuju sasaran yang tepat. Dia tidak condong
kepada penafsiran, persangkaan dan dugaan." Dikatakan, firasat para murid
masih pada taraf persangkaan, yang megharuskan peningkatan pada tataran
pemastian. Sedangkan firasat para ahli ma'rifat adalah berada pada tataran
pemastian yang mengharuskan pada tataran kepastian.
Ahmad
bin Ashim Al-Anthaki mengatakan, "Jika kalian duduk bersama-sama orang
yang ahli kebenaran, maka duduklah dengan kebenaran karena mereka adalah para mata-mata
(spionase)hati. Merekad dapat memasuki hati kalian dan keluar dari hati kalian
tanpa kalian sadari." Abu Ja'far Al-Hadad mengatakan," Firasat adalah
awal bisikan hati dengan tanpa penentangan. Jiak timbul penentangan dari
jenisnya, maka dia hanyalah sekedar lintasan dan bisikan nafsu."
Abu
AbdiLlah Ar-Razi ketika singgah di Naisabur mengalami pengalaman sufi yang
menarik. Dia mengatakan, "Ibnul Ambari pernah mengenakan pada saya pakaian
yang terbuat dari bulu domba. Ketika itu saya melihat di kepala Dalf Asy-Syibli
terdapat topi manis yang diikat dengan kain wol. Saya berbisik dalam diri saya,
'alangkah baiknya jika kedua hiasan tersebut berkumpul pada diri saya.' Ketika
Asy-Syibli berdiri dari duduknya, dia menoleh kepadaku dan saya mengikutinya.
Biasanya jika saya ingin mengikutinya, dia pasti menoleh kepadaku terlebih
dahulu, namun kali ini tidak. Dai langsung berjalan dan masuk ke rumah tanpa
memperhatikan saya.
"Lepaskan
kain bulu itu." Perintahnya.
Sayapun
melepaskannya. Dia kemudian dia melipat kain itu, lalu menggabungkannya dengan
topi dan memerintahkan seseorang untuk membakarnya."
Abu
Hafs An-Naisaburi megatakan, "Tidak patut bagi seseorang mengaku memiliki
firasat yang tajam sementara dia takut pada firasat orang lain karena Nabi SAWW
pernah bersabda,"Takutlah kalian pada firasat orang mukmin". Beliau
tidak mengatakan "Berfirasatlah". Maka bagaimana mungkin sah firasat
seseorang sementara dia masih takut di maqam firasat."
Ahmad
nin Masruq mengatakan, "Saya memasuki rumah seorang laki-laki yang sudah
lanjut usia. Dia adalah satu diantara kawan-kawan kami. Saya memangilnya tetapi
tidak mendapat sahutan. Sayapun masuk ke dalam dan mendapatinya dalam keadaan
setengah lemah. Saya bergumam dalam hati,"Dari mana dia mendapat pertolongan,
sementara dia adalah orang yang sudah sangat tua ?" Tiba-tiba dia
menyahut, "Hai Abul Abas, tinggalkan bisikan hatimu yang busuk itu.
Sesungguhnya bagi Alloh ada kelembutan yang sangat samar."
Az-Zubaidi
mengatakan, "Saya bersama sekumpulan orang fakir tinggal beberapa lama di
masjid Baghdad. Dalam beberapa hari kami tidak mengkonsumsi apa-apa. Sayapun
mendatangi Ibrahim AL-Khawash untuk meminta sesuatu. Ketika pandangannya
mengarah kepada saya, dia menyindir,' Kebutuhan yang menyebabkan engkau datang
kepada saya karenanya, apakah Alloh mengetahuinya atau tidak ?'
"Ya."
'Kalau
begitu diamlah dan jangan menampakkannya pada makhluk.'
Saya
akhirnya kembali ke Masjid dan berkumpul dengan orang-orang fakir. Kami diam,
pasrah di hadapan Alloh dan tidak berapa lama, kami dibukakan rizki yang
melebihi dari cukup."
Diceritakan,Sahal
bin AbduLlah suatu hari tertimpa kelaparan. Dia mencoba berjalan tetapi jatuh.
Rasa lapar dan penderitaan yang membuatnya tidak mampu bertahan hingga ia
tergeletak di serambi masjid. Akan tetapi ia masih sempat berpesan, "Jika
Syah AL-Kirmani mati pada hari ini atas kehendak Alloh, maka tulislah hal ini
dan kirimkan kepadanya." Waktupun berjalan dan apa yang difirasatkan itu
benar terjadi.
Ketika
Abu AbdiLlah At-Turghandi seorang ulama besar di zamannya pergi ke kota Thus
dan ketika sampai di daerah Kharwa, dia berkata kepada muridnya, "Belilah
roti".
Daipun
berangkat dan tidak lama kemudian kembali dengan membawa roti yang cukup
dimakan untuk dua orang.
"Belilah
yang lebih banyak" pintanya lagi.
Murid
itupun berangkat dan membeli roti yang sekiranya cukup dimakan oleh sepuluh
orang. Dai memang sengaja membeli lebih, tetapi tidak tahu apa maksudnya. Dia
hanya berfikir bahwa perintah ini adalah perintah yang terakhir. Ketika
keduanya melanjutkan perjalanan dan naik ke atas gunung, mereka dikejutkan oleh
sekumpulan orng-orang yang ditawan para penyamun. Kaki dan tangan para tawanan
itu dalam keadaan terikat. Kondisi mereka sangat tragis dan sudah beberapa hari
tidak makan. Mereka meminta makanan kepada kedua orang tersebut.
"Berikan
makanan itu kepada saya," pinta Abu AbdiLlah kepada muridnya.
Ustadz
imam Al-Qusyairi menuturkan kisah sufinya. "Ketika saya bersama Uastadz
Abu Ali Ad-Daqaq" kisahnya..maka pengajian Syaikh Abu AbduRrahman
As-Sulami sedang berlangsung. Dia sebenarnya lebih senang mendengar sambil
memenuhi keluhan orang-orang fakir dari pada berbuat yang tidak jelas arahnya.
Dalam keadaan yang sama, Ustadz Abu Ali juga mengatakan seperti apa yang
dikatakan Syaikh Abu AbduRrahman . barang kali diam lebih utama baginya.
Kemudian dalam majlis tersebut Ustadz berkata, "Pergilah kesana, engkau
akan mendapati dia sedang duduk di ruangan perpustakaan pribadinya. Di dalam
perpustakaan itu terdapat beberapa jilid buku sampul merah yang salah satunya
berbentuk segi empat ukuran kecil yang di dalamnya terdapat tulisan beberapa
syair Husin bin Manshur. Ambilah dan bawa kemari jilid yang ada syairnya dan
jangan berkata apa-apa kepadanya.'
Ketika
itu matahari berada di pertengahan langit . saya berangkat di tengah terik
matahari, kemudian masuk dan di dalam perpustakaan saya menjumpai Syaikh
AbduRrahman dan buku-bukunya sebagaimana yang disebut ustadz. Ketika saya
duduk, Syaikh mengucapkan sesuatu,'Sebagian orang mengingkari salah seorang
ulama yang gerakannya ada dalam diamnya.' Orang itu saya lihat sendirian di
dalam rumah sambil berjalan berpuar-putar seperti orang yang dimabuk asmara,
seperti inilah keadaan mereka." Katanya kemudian.
Ketika
saya merenungkan apa ang diperintahkan Ustadz Abu Ali kepada saya dan beberapa
gambarannya, kemudian membandingkannya dengan penjelasan-penjelasan syaikh
AbduRrahman, saya menjadi bingung.'Bagaimana saya harus menyikapi dua hal ini
?" keluh saya. Sayapun berusaha berfikir dan memecahkannya tentang diri
saya tersebut. Saya akhirnya berkata pada diri saya sendiri, "Tidak ada
arah kecuali kebenaran. Ustadz memberi gambaran kepada saya tentang beberapa
jilid buku dan perintahnya kepada saya untuk membawa buku-buku tersebut
kepadanya tanpa harus meminta izin kepada pemiliknya. Saya sangat segan
kepadanya dan tidak mungkin menentang perintahnya. Lantas untuk apa dia
memerintahkan saya demikian ?
Akhirnya
saya mengeluarkan seperenam dari karangan Husin bin Manshur. Belum sempat
berfikir macam-macam, syaikh AbduRrahman berkata kepada saya, "Bawalah
lembaran itu kepadanya dan katakan kepadanya, sesungguhnya saya telah
mempelajari jilid itu dan saya telah menukil beberapa syairnya ke dalam
karangan saya." Kemudian saya berangkat pulang.
Diriwayatkan
dari Hasan Al-Hadad yang mengatakan, "Saya bersama Aul Qasim Al-Munadi
ketika ia bercengkerama bersama orang-orang fakir. Saya duduk bersama mereka,
sampai Abul Qasim meminta saya mencari sesuatu. "Keluar dan bawalah
sesuatu untuk mereka!' Saya sangat senang mendapat tugas ini karena bisa
melayani orang-orang fakir. Saya mendatangi mereka dengan sesuatu setelah
memenuhi kebutuhan saya. Saya masuk kedalam rumah untuk mengambil keranjang,
lantas keluar. Ketika melewati lorong jalan besar yang penuh dengan deretan
para saudagar, saya dikejutkan oleh syaikh yang tiba-tiba berada di situ.
Wajahnya tampak berseri-seri. Saya sampaikan salam kepadanya kemudian bertanya,
"Orang-orang miskin saya pikir masih di majlis tuan, apakah tuan sudah
punya sesuatu untuk menjamu mereka ?"
Dia
diam sebentar kemudian menunjukkan kepada saya roti, daging dan anggur. Ketika
saya sampai di pintu, dia mendekati saya, dari arah belakang pintu dan
mendorongnya pada tempat dimana saya memasukinya. Sayapun kembali dan meminta
maaf kepada syaikh. Saya tidak menemukan mereka. Saya pikir mereka berpencar.
Saya menyampaikan alasan kepadanya, kemudian keluar mendatangi pasar dan
kembali membawa sesuatu. 'masuk'. Katanya.
Saya
duduk dan menceritakan kepadanya pengalaman saya.
"Benar,
para saudagar yang kamu temui di jalan itu adalah para penguasa. Jika engkau
mendatangkan sesuatu pada kaum fakir, maka berilah seperti ini.., tidak seperti
itu (maksudnya yang diperoleh dari para saudagar / kaum bangsawan).
Abul
Hasan AL-Kurafi berkata, "Saya mengunjungi Abul Khair, kemudain berpamitan
pulang dan dia keluar mengantarkan saya sampai di depan pintu masjid. 'Hai Abul
Hasan' panggilnya. 'Saya tahu kamu tidak membawa apa-apa. Karena itu bawalah
dua apel ini'. Sayapun mengambilnya dan memasukkan nya ke dalam kantong baju
lalu pergi melanjutkan perjalanan, dan tidak membukanya sampai tiga hari. Saya
kemudian mengambil satu buah dan memakannya, dan ketika hendak mengambil yang
sebuah lagi, tiba-tiba kedua buah itu kembali di dalam kantong baju saya. Saya
memakan sebuah dan keduanya kembali lagi seperti semula sampai saya tiba di
sebuah pintu. Saya berbisik, 'Kedua apel ini merusak kondisi tawakal saya'.
Ketika saya mengeluarkan kedua apel itu dari kantong, tiba-tiba saya melihat
seorang miskin yang berselimut kain mantel. 'Saya ingin apel'. Pintanya.
Sayapun memberikan keduanya kepadanya. Ketika saya melanjutkan perjalanan, saya
faham bahwa sebenarnya syaikh mengirimkan kedau apel tersebut kepada orang
miskin tadi. Ketika itu saya berada di kerumunan orang yang berada di jalanan.
Sayapun berbalik menemui orang miskin tadi akan tetapi tidak menemukannya.'
Seorang
pemuda menemui Al-Junaid. Dai sedang membicarakan suara bathin manusia,
kemudian menyamapikannya kepada Al-Junaid.
"Apa
yang disebutkan orang ini tentang kamu ?" Tanya Al-Junaid.
"Percayalah
pada sesuatu".
"Engkau
percaya ?"
"Saya
percaya demikian…demikian..". tegasnya kemudian.
"tidak,
tapi percayalah yang ke dua". kata al-Junaid.
Dia
melakukannya kemudian mengatakan,"Saya mempercayai
demikian..demikian..".
"Bukan
demikian, percayalah yang ke tiga".
Imam
AL-Junaid kembali mengatakan seperti semula.
"ini
sangat mengherankan, engkau benar dan saya tahu hati saya." Jawab pemuda
itu akhirnya.
"Engkau
memang sudah benar. Dalam perkara yang pertama dan kedua dan ketiga engkau
benar. Saya melakukan yang demikian hanya untuk mengujimu, apakah hatimu
berubah". Jelas Al-Junaid.
Ibrahim,
seorang sufi terkenal jatuh sakit. Lalu dibawakan kepadanya segelas obat. Dia
mengambil gelas itu dan hanya memandangnya.
"Hari
ini sedang terjadi peristiwa penting di kerajaan. Saya tidak akan makan dan
minum sampai saya mengetahuinya." Dai mengungkapkan firasatnya.
Beberapa
hari keudian datang kabar kepadanya bahwa imam AL-Qurtubi pada hari itu (saat
ia membuka firasatnya) masuk kota mekah dan terbunuh dalam peperangan tersebut.
Anas bin
Malik mengatakan, "saya mampir ke rumah Utsma bin Affan. Dari rumahnya
saya melihat seorang wanita yang tengah berjalan. Saya berfikir tentang
kecantikan tubuhnya. Utsman tersenyum lantas menyindir saya, "Sedang
bertamu kepada saya seseorang dari kamu sekalian, sementara pengaruh zina
nampak di kedua matanya.' Saya penasaran, lalu saya bertanya, 'Apakah itu wahyu
setelah RasuluLloh SAWW ?'
Dia
menjawab, "Tidak, akan tetapi penglihatan, bukti dan firasat adalah
kebenaran.'"
Ahmad
Al-Kharaz berkata, "saya masuk Masjidil Haram dan saya melihat seorang
fakir yang pakaiannya ada dua sobekan sedang meminta sesuatu. Saya berkata
dalam hati, 'Seperti inikah kemiskinan yang menimpa manusia ?'. tiba tiba mata
orang fakir itu memandng saya. Pandangannya menembus sampai ke ulu hati saya.
Dia menyindir saya dengan menyitir sebuah ayat :
واعلمواأنّ الله يعلم مافي انفسكم فاحذروْه
""Dan
ketahuilah bahwasanya Alloh mengetahui apa yang ada di dalam hatimu maka
takutlah kepada-Nya'. (QS Al-Baqarah 235)
Kemudian
saya mengatakan, 'saya memohonkan ampun rahasia saya.' Dia diam lalu memanggil
saya seraya mengutip sebuah ayat lain :
وهوالذي يقبل التوبة عن عباده ويعفو عن السيّئات
'Dan Dialah
yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan.(QS
Asy-Syura :25)
Ibrahim
Al-Khawash menceritakan, "Saya di Baghdad di temapt kumpulan orang-orang
kota. Dalam kumpulan itu terdapat juga kumpulan orang-orang fakir. Kemudian
datang seorang pemuda yang sangat elok, baunya harum, dan wajahnya sangat
menawan. Saya menoleh kepada kawan-kawan dan membisikkan sesuatu kepada
mereka.' Dia adalah yahudi'. Semua orang menjadi membencinya. Saya keluar dan
saya juga keluar, kemudian dia kembali dan menanyakan sesuatu kepada
jama'ah,'apa yang dikatakan syaikh teersebut tentang saya.' Mereka marah dan
tidak mempedulikan pertanyaannya. Akan tetapi dia terus mendesak sampai
orang-orang menjawabnya,'Engkau adalah yahudi'. Pemuda itu terkejut. Dia heran
dengan apa yang dikatakan orang-orang. Diapun beranjak pergi dan menemuhi saya.
Dia duduk bersimpuh di hadapan saya lalu menyatakan keislamannya.
'apa yang
menyebabkan anda masuk islam ?' seseorang bertanya
Dia
menjawab, "Di dalam kitab-kitab kami disebutkn bahwa orang yang benar
firasatnya tidak pernah salah. Saya hanya menguji orang-orang islam. Saya
memikirkan mereka. Jika memang ada orang yang benar diantara mereka, maka di
dalam kelompok islam inilah adanya karena mereka mengucapkan firman Alloh. Dan
ketika hal itu diperlihatkan kepada saya dan saya berfirasat, maka tahulah saya
bahwa dia benar.' Pemuda itu akhirnya menjadi ulama sufi yang besar.'
Ahmad
Al-Jariri mengatakan, "Diantara kalian ada orang-orang yang jika Al-Haqq menghendakinya
bisa berbicara tentang kerajaan langit, apakah dia megetahuinya sebelum
ditampakkan kepadanya ?'
"Tidak"
jawab mereka.
"Saya
menangisi hati manusia yang di dalamnya tidak dijumpai sesuatu yang berasal
dari Alloh," jelas saya.
Abu Musa
Ad-Dailami mengatakan pengalamannya, Saya pernah bertamu ke rumah AbduRrahman
bin Yahya untuk menanyakan makna tawakal, lalu dijawab, 'Kalau engkau
memasukkan tanganmu ke mulut seekor naga sampai ke pergelangan tangan, bersama
Alloh engkau tidak takut apapun selain-Nya.'
Saya keluar
dan pergi ke rumah Abu Yazid Al Bustomi juga untuk menanyakan makna tawakal.
Saya ketuk pintu rumahnya dan dia menyahut dari dalam,' Bukankah jawaban yang
kamu peroleh dari AbduRrahman sudah cukup ?' saya penasaran dan mengatakan
kepadanya, 'Bukalah pintunya.' Dia menyahut dari dalam, engkau tidak
mengunjungiku sebagai pengunjung, tetapi hanya untuk bertanya, dan saya cukup
menjawabnya dari balik pintu.'
Saya diam
sejenak di depan pintu lalu pulang. Setahun kemudian saya mendatangi lagi.
"Selamat datang engkau sekarang adalah pengunjungku.' Saya kemudian
tinggal bersamanya selama sebulan. Selama itu tidak ada bisikan di dalam hati
saya selain membisikkan tentangnya. Ketika hendak berpamitan saya sempat
menanyakan sesuatu kepadanya, 'apakah ada faedah untuk saya ?' Dia menjawab,
'Ibu saya ketika mengandung saya pernah membisikkan sesuatu kepada saya. Jika
disodorkan kepadanya makanan yang halal maka beliau mengambilnya. Jika
makanannya syubhat, beliau mencegah tangannya untuk mengambilnya."'
Ibrahim
AL-Khawash berkata, "Saya masuk desa, namun di tengah perjalanan saya
tertimpa musibah yang cukup berat. Ketika sampai di Makkah, sesuatu yang
mengherankan menarik perhatian saya. Tiba-tiba seorang lelaki tua yang sangat
lemah muncul di hadapan saya dan memanggil saya,' Hai Ibrahim, saya
memperhatikanmu sejak memasuki desa. Saya sengaja tidak menyapamu karena tidak
ingin mengganggu kesibukan hatimu. Sekarang saya mengeluarkan rasa was-was dari
dalam hatimu.'"
Diriwayatkan
bahwa Ali bin Abu Bakar AL-Furqani setiap tahun pergi ke Makkah untuk haji dan
umrah. Ketika melakukan perjalanan haji, dia lewat Naisabur tetapi tidak mampir
ke rumah Ali Abu Utsman Al-hirri. Pada haji berikutnya dia sempat mampir.
Dai
mengatakan, "Sayapun masuk ke rumahnya dan mengucapkan salam kepadanya
akan tetapi dia tidak menjawab. Saya membathin,' Seorang muslim masuk rumahnya
lalu mengucapkan salam kepadanya dan dia tidak menjawabnya.' Barusaja hatiku
berhenti berbisik, Abu Utsman menyahut,' Apakah seperti ini seseorang melakukan
ibadah haji, sementara ibunya dibiarkan di rumah sendirian. Dia tidak berbakti
kepada seorang ibu.'
Saya takut.
Pasti kata-kata itu ditujukan kepada saya. Saat itu juga saya pulang dan
menemani ibu sampai beliau wafat. Kemudian saya berkunjung lagi ke rumah Abu
Utsman, beliau menyambut saya dan menemani saya duduk. Saya tinggal bersamanya
sampai beberapa waktu hingga beliau wafat.'
Khair
An-Najas berkata, "Saya sedang di rumah. Tiba-tiba saya dikejutkan oleh
bayangan kehadiran al-Junaid yang muncul di samping pintu. Dia seperti berdiri
mematung. Saya segera mematikan bisikan itu dari hati saya. Kejadian itu
terulang sampai yang ketiga kalinya. Sayapun akhirnya kepuar dan ternyata
Al-Juanid benar-benar berdiri di samping pintu. Dia menegur saya,'Mengapa tidak
kamu keluarkan bisikan hati pada saat bisikan yang pertama ?'
Muhammad bin
Husain Al-Busthami berkata, "Saya masuk rumah Abu Utsman AL-Maghribi,
spontan hati saya berbisik,'semoga dia menawarkan sesuatu kepada saya.' Abu
Utsman menyahut, 'Tidak akan mencukupi manusia yang saya mengambil sesuatu dari
mereka sampai mereka menambah masalahku untuk mereka.'"
Seorang fakir
menuturkan pengalamannya, dia mengatakan, "Ketika saya di Baghdad, saya
membayangkan AbduLlah Al-Murta'isi memberi saya uang lima belas dirham untuk
membeli sebuah bejana dan sepasang sandal. Sayapun masuk perkampungan dan
menginap di sebuah penginapan. Tiba-tiba pintu rumah saya diketuk seseorang.
Saya segera membukanya. AbduLlah berdiri di depan pintu dan saya terkejut
memandangnya. Angin berhembus halus menyertai kedatangannya, masuk ke dalam dan
menerpa badan saya. Dai mengatakan,"Ambil kantong ini".
"Wahai
tuan, saya tidak menginginkannya".
"Mengapa
engkau menyiksa (maksudnya AbduLlah tersiksa oleh suara firasatnya yang melihat
seorang fakir yang menginginkan uang) kami ?" dan berapa yang engkau
inginkan ?'
'limabelas
dirham'.
'ini
limabelas dirham' Jelas AbduLah.
Alloh SWT
berfirman :
أومن كان ميّتا فأحييناه
Dan apakah
orang yang suadah mati kemudian dia Kami hidupkan (QS Al-Abn'am 122)
Ayat ini
menurut segolongan kaum sufi adalah pikiran mati, lalu Alloh menghidupkannya
dengan cahaya firasat, lalu dijadikan untuknya cahayatajali dan musyahadah. Dai
tidak menjadi seperti orang yang berjalan diantara orang-orang yang lupa dalam
keadaan lupa. Dikatakan pula jika firasat benar, pemiliknya naik sampai ke
tingkat musyahadah.
Ahmad bin
Masruq berkata, "seorang tua datang kepada saya, dia berbicara kepadaku
tentang firasat dengan kata-kata yang bagus. Lidahnya lezat dan suara bathhinya
baik. Sebagian ungkapan yang disampaikan mengatakan, "Setiap apa yang
jatuh menjadi milikmu di dalam suara bisikan hatimu, katakanlah kepadaku.' Lalu
terlintas di hatiku bahwa dia seorang yahudi. Suara bathin ini sangat kuat dan
tidak mungkin tergeser. Sayapun kahirnya menyampaikannya kepada Ahmad
Al-Jariri. Dia kagum seraya mengucapkan takbir. Saya bergumam,' saya harus
mengabarkan hal itu kepada pak tua tadi.' Maka saya mendatanginya dan
mengatakan,' engkau pernah berpesan kepadaku bahwa jika ada firasat yang jatuh
ke dalam hatiku, saya harus megabarkanmu. Firasat yang timbul dalam hatiku
mengatakan bahwa engkau adalah yahudi.'
Pak tua itu
menundukkan kepalanya dan merenung beberapa saat kemudian dan lantas
mengatakan, 'Engkau benar'. Katanya. 'Dan sekarang saya bersaksi bahwa tidak
ada tuhan kecuali Alloh dan Muhammad adalah utusan-Nya.' Saya telah menekuni
semua mahzab agama.' Saya menimpalinya.,' jika memang bersama mereka ada
sesuatu, maka apakah sesuatu itu ? Saya telah memasukimu dan telah mengabarkan
kepadamu bahwa kamu berada dalam kebenaran.' Lelaki tua itu dikemudian hari
menjadi seorang muslim yang baik."
Dikisahkan
dari Al-Junaid bahwa Sarry As-Saqathy pernah berkata kepadanya,
"Tinggalkanlah pesan untuk manusia !". beliau menjawab, 'di dalam
hati saya ada rasa malu tentang ucapan yang ditujukan kepada manusia. Saya
mendatangi dan mengabarkan kepada mereka bahwa diriku berhak mendapatkan hal
itu. Pada suatu malam dalam mimpiku aku melihat RasuluLloh SAWW. Pada waktu itu
malam Jum'at. Beliau mengatakan kepadaku, Sampaikan pesan kepada manusia.' Saya
lalu terjaga dari tidur dan kemudian mendatangi pintu rumah Sarry As-Saqathy
sebelum subuh. Saya ketuk pintunya. Beliau menyahut, 'mengapa engkau baru
mempercayai kami sampai dikatakan kepadamu.'"Al-Junaid akan duduk di
hadapan manusia besok di masjid". Sementara di tengah-tengah manusia
beredar kabar bahwa Al-Junaid akan duduk di hadapan manusia untuk memberi
fatwa. Kemudian datang seorang anak nasrani menghadang Al-Junaid dan bertanya,
'Wahai Syaikh, apa makna sabda RasuluLloh SAWW yang menyatakan : Takutlah
kamu firasat orang mukmin karena orang mukmin melihat dengan cahaya Alloh
?" Al-Junaid menundukkan kepalanya, kemudian mengangkat lalu
menjawab, "Masuklah Islam. Sungguh telah dekat waktu Islammu !" anak
itupun segera masuk Islam.
Untuk Download Artikel Klik Gambar
No comments:
Post a Comment