Al-Jaba’I berkata bahwa Syaikh Abdul
Qadir Al-Jailani juga berkata kepadanya, “tidur dan bangunku sudah diatur. Pada
suatu saat, dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu
kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara,
aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang
mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan
kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab
Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan
dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dan memakai
lilin dan obor dan memenuhi tempat tersebut. Kemudian aku dibawa keluar kota
dan ditempatkan di sebuah mushalla. Namun orang-orang tetap dating kepadaku,
dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat
disekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali RadhiAllahu
anhum.
Kemudian Syaikh Abdul Qadir
melanjutkan, “Aku melihat Rasululloh SAW sebelum dzuhur, beliau berkata
kepadaku,’anakku, mengapa engkau tidak berbicara ?’.’Ayahku, bagaimana aku yang
non arab ini berbicara di depan orang-orang fasih dari Baghdad?’. Beliau
berkata,’buka mulutmu’, lalu beliau meniup 7 kali ke dalam mulutku kemudian
berkata,”bicaralah dan ajak mereka ke jalan Allah dengan hikmah dan peringatan
yang baik”. Setelah itu aku shalat dzuhur dan duduk dan mendapati jumlah yang
sangat luar biasa banyaknya sehingga membuatku gemetar. Kemudian aku melihat
Alil r.a. dating dan berkata,’buka mulutmu’. Beliau lalau meniup 6 kali kedalam
mulutku dan ketika aku bertanya kepadanya mengapa beliau tidak meniup 7 kali
seperti yang dilakukan Rasululloh SAW, beliau menjawab bahwa beliau melakukan
itu karena rasa hormat beliau kepada RasuluLloh SAW. Kemudian akku
berkata,’Pikiran, sang penyelam, mencari mutiara ma’rifah dengan menyelami laut
hati, mencampakkannya ke pantai dada , dilelang oleh lidah sang calo, kemudian
dibeli dengan permata ketaatan dalam rumah yang diizinkan Allah untuk
diangkat’”. Beliau kemudian menyitir :
Idan untuk wanita seperti Laila seorang
pria dapat membunuh dirinya, dan menjadikan maut dan siksaan sebagai sesuatu
yang manis
Dalam beberapa manuskrip saya
mendapatkan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata,”Sebuah suara berkata
kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, ‘kembali ke Baghdad dan
ceramahilah orang-orang’. Akupun masuk Baghdad dan menemukan para penduduknya
dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti
mereka’. ‘sesungguhnya’ kata suara tersebut ,’mereka akan mendapatkan manfaat
dari keberadaan dirimu’.
‘Apa hubungan mereka dengan
keselamatan agamaku / keyakinanku’ tanyaku.
‘Kembali (ke Baghdad) dan engkau
akan mendapatkan keselamatan agamamu’ jawab suara itu.
Akupun menbuat 70 perjanjian dengan
Allah. Diantaranya adalah tidak ada seorangpun yang menentangku dan tidak ada
seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu,
aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah.
Suatu ketika saat aku berceramah ,
aku melihat sebuah cahaya terang benderang mendatangi aku.
‘Apa ini dan ada apa?’tanyaku.
‘Rasululloh SAW akan datang
menemuimu untuk memberikan selamat’ jawab sebuah suara.
Sinar tersebut makin membesar dan
aku mulai masuk dalam kondisi spiritual yang membuatku setengah sadar. Lalu aku
melihat RasuLulloh SAW di depan mimbar, mengambang di udara dan
memanggilku,’wahai Abdul Qadir’. Begitu gembiranya aku dengan kedatangan
RasuluLloh SAW , aku melangkah naik ke udara menghampirinya. Beliau meniup ke
dalam mulutku 7 kali. Kemudian Ali datang dan meniup ke dalam mulutku 3 kali
.’mengapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan RasuluLloh SAW?’tanyaku
kepadanya. ‘sebagai rasa hormatku kepada RasuluLlah SAW ‘jawab beliau.
RasuluLlah SAW kemudian memakaikan
jubah kehormatan kepadaku. ‘apa ini ?’ tanyaku. ‘ini’ jawab RasuluLlah,’ adalah
jubah kewalianmu dan dikhususkan kepada orang-orang yang mendapat derajad Qutbdalam
jenjang kewalian’. Setelah itu , akupun tercerahkan dan mulai berceramah.
Saat Khidir as. Dating hendak
mengujiku dengan ujian yang diberikan kepada para wali sebelumku, Allah
membukakan rahasianya dan apa yang akan di katakannya kepadaku. Aku berkata
kepadanya,”Wahai Khidir, apabila engkau berkata kepadaku ’Engkau tidak akan
sabar kepadaku’, maka aku akan berkata kepadamu ‘Engkau tidak akan sabar kepadaku’.
Wahai Khidir, Engkau termasuk golongan Israel sedangkan aku termasuk golongan
Muhammadi, maka inilah aku dan engkau. Aku dan engkau seperti sebuah bola dan
lapangan, yang ini Muhammad dan yang ini Ar-Rahman, ini kuda berpelana, busur
terentang dan pedang terhunus.”
Al-Khattab pelayan Syaikh Abdul
QAdir meriwayatkan bahwa suatu hari ketika beliau sedang berceramah tiba-tyiba
beliau berjalan naik ke udara dan berkata, “Hai orang Israel, dengarkan apa
yang dikatakan oleh kaum Muhammad” lalu kembali ke tempatnya. Saat ditanya
mengenai hal tersebut beliau menjawab,”Tadi Abu Abbas Al-Khidir as. Lewat maka
akupun berbicara kepadanya seperti yang kalian dengar tadi dan ia berhenti”.
Guru dan teladan kita Syaiakh Abdul
Qadir Al-Jilli berkata,” seorang Syaikh tidak dapat dikatakan mencapai pincak
spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam
diriinya yaitu :
Dua karakter dari Allah yaitu dia
menjadi seorang yangSattar (menutup aib) dan Ghaffar (Maha
pemaaf).
Dua karakter dari RasuluLlah SAW
yaitu penyayang dan lembut
Dua karakter dari Abu Bakar yaitu
jujur dan dapat dipercaya.
Dua karakter dari Umar yaitu amar
ma’ruf nahi munkar
Dua karakter dari Utsman yaitu
dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.
Dua karakter dari Ali yaitu aalim (cerdas/intelek)
dan pemberani.
Masih berkenaan dengan pembicaraan
di atas dalam bait syair yang dinisbatkan kepada beliau dikatakan :
Bila lima perkar tidak terdapadalam
diri seorang syaikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.
Dia harus sangat mengetahui
hukum-hukum syariat dzahir, mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan
ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya
sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah
Syaikh Abdul Qadir juga menyatakan
bahwa Syaikh Al-Junaid mengajarkan standar Al-Qur’an dan Sunnah kepada kita
untuk menilai seorang Syaikh. Apabila ia tidak hapal Al-Qur’an, tidak menulis
dan menghapal Hadits, maka dia tidak pantas untuk diikuti.
Menurut saya (penulis buku) yang
harus dimiliki seorang Syaikh ketika mendidik seseorang adalah dia menerima si
murid untuk Allah, bukan untuk dirinya atau alas an lainnya. selalu menasihati
muridnya, mengawasi muridnya dengan pandangan kasih. Lemah lembut kepada muridnya
saat sang murid tidak mampu menyelesaikan Riyadhah . Dia juga
harus mendidik si murid bagaikan anak sendiri dan orang tua penuh dengan kasih
dan kelemah lembutan dalam mendidik anakknya. Oleh karena itu dia selalu
memberikan yang paling mudah kepada si murid dan tidak membebaninya dengan
sesuatu yang tidak mampu dilakukannya. Dan setelah sang muuriid bersumpah untuk
bertobat dan selalu taat kepada Allah baru sang syaikh memberikan yang lebih
berat kepadanya. Sesungguhnya bai’atbersumber dari hadits RasuluLlah
SAW ketika beliau mengambil bai’at para sahabatnya.
Kemudian dia harus mentalqin si
murid dengan zikir lengkap dengan silsilahnya. Sesungguhnya Ali ra. Bertanya
kepada RasuluLloh SAW, ‘Yaa RasuluLlah, jalan manakah yang terdekat untuk
sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan apling afdhal di sisi Nya.
RasuluLlah berkata,’Ali, hendaknya jangan putus berzikir (mengingat) kepada
Allah dalam khalwat(kontemplasinya)’. Kemudian Ali ra. Kembali
berkata , ‘Hanya demikiankah fadhilah zikir, sedangkan semua orang berzikir’.
RasuluLlah berkata,’Tidak hanya itu wahai Ali, kiaamat tidak akan terjadi di
muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan “Allah” “Allah”. ‘Bagai
mana aku berzikir?’. Tanya Ali. RasuluLlah bersabda,’dengarkan apa yang aku
ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan mendengarkan
engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula’. Lalu RasuluLlah berkata, “Laa
ilaaha illaLlah” sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara
kjeras. Ucapan tersebut di ulang oleh Ali dengan cara yang sama RasuluLlah
lakukan. Inilah asal talqinkalimat Laa ilaaha IllaLlah.
Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut”.
Syaikh Abdul Qadir berkata, ”Kalimat
tauhid akan sulit hadir pasda seorang individu yang belum di talqindengan
zikir bersilsilah kepada RasulluLlah oleh Mursyidnya saat menghadapi sakaratil
maut”.
Karena itulah Syaikh Abdul Qadir
selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi :
Wahai yang enak diulang dan
diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).
Untuk Download Artikel Klik Gambar
No comments:
Post a Comment