Diriwayatkan dari Syaikh Abdullah
An-Najjar bahwasanya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani pernah berkata saat dilanda
berbagai cobaan yang berat, “Jika banyak cobaan yang menimpa diriku, aku
berbaring di atas tanah dan berkata, ‘Sesungguhnya sesudah kesusahan ada
kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesusahan ada kemenangan’. Dan ketika aku
bangun berbagai beban tadi telah pergi dariku”.
Kemudian sang Syaikh melanjutkan,
“Setelah belajar fiqih dari para syaikh, aku pergi dari Baghdad ke daerah
padang pasir. Aku tinggal diantara pohon Kharab. Aku memakai jubah
kaum sufi dengan sepotong kain di atas kepalaku dan berjalan dengan kaki
telanjang. MemakanKhurnub (carob / ceratonia Siliqua) atau Syuuk (caltrop
/ Tribulus), sampah para pedagang dan daun kol yang tumbuh di tepian sungai.
Aku jalani semua rintangan dan jalanberjalan mengikuti kehendak Allah. Ketika
tiba di padang pasir aku berteriak, ‘ludahi mukaku’. Ketika itu aku hanya
dikenal sebagai si bodoh atau si gila. Kakiku membawaku ke Bimaristan dan aku
hamper meninggal di sana. Para penduduk dating dengan membawa kain kafan dan
tukang memandikan mayat, kemudian mereka mengangkat aku ke tempat pemandian
untuk memandikanku dan kemudian meninggalkanku”.
Syaikh Abu Su’ud Al-Harimi
meriwayatkan bahwa beliau pernah mendengar Syaikh Abdul Qadir berkata, “Selama
25 tahun aku mendiami padang pasir Iraq, selama itu aku tidak pernah bertemu
dengan orang, maupun diketemukan orang. Pada masa itu sekelompok Jin
dan Rijal Gaib datang kepadaku dan aku mengajarkan jalan menujun Allah
kepada mereka. Nabi Khidir AS menemaniku pada saat aku tiba di Iraquntuk
pertama kali walaupun aku tidak pernah berjumpa beliau sebelumnya. Baliau
mengajukan syarat kepadaku untuk tidak membantahnya dan berkata kepadaku “Duduk
di sini” akupun duduk di situ selama tiga tahun dan setiap tahun
beliau mendatangiku dan berkata “tetap di tempatmu sampai aku datang” Pada
masa itu , dunia serta segala kemewahan dan keindahannya menjelma dan datang
kepadaku namun Allah melindungiku dari semua itu Kemudian setan mendatangiku
dalambentuk yang menakutkan dan memerangiku namun Allah menguatkanku. Allah
tampakkan pula nafsuku dalam bentuk yang terkadang tunduk kepada apa yang aku
inginkan tapi kadang pula memerangiku dan Allah memenangkan aku atas dirinya.
Semua metode mujahadah aku jalani pada masa awal perjalanan spiritualku
bertahun tahun lamanya aku menempati pinggiran kota menempa diri. Ada kalanya
dalam setahun aku hanya memakan makanan dan tidak minum. Kemudian pada tahun
berikutnya aku hanya minum dan tidak makan. Kamudian tahun berikutnya aku tidak
makan dan minum serta tidur selama setahun.
Pada suatu malam yang sangat dingin
aku tertidur diIwan Al-Kisra dan bermimpi basah. Aku bangun dan
langsung mandi kemudian tidur dan kembali bermimpi . Aku kembali bangun, pergi
ke sungai dan mandi besar. Pada malam itu aku berjunub dan mandi sebanyak 40
kali. Akhirnya aku memanjat menara Iwan Al-Kisrakarena takut akan
bermimpi lagi “.
“Betahun tahun aku hanya tinggal di
sebuah gubuk reyot dan hanya makan kain bajuku. Setiap tahun seseorang memakai
jubah sufi dating kepadaku dan memasukkan aku ke seribu fan hingga
aku melupakan dunia……..Saat itu aku hanya dikenal sebagai si bodoh atau si gila
dan berjalan dengan bertelanjang kaki. Aku selalu melewati rintangan yang ada
dan tidak takluk kepada nafsu dan tiak pula tergoda dengan kemewahan dunia “.
Syaikh Umar meriwayatkan bahwa
beliau pernah mendengar Syaikh Abdul Qadir berkata, “Pada permulaan perjalanan
spiritualku, bernagai kondisi spiritual mendatangiku. Aku menyambutnya dan
tenggelamlah “aku “ di dalamnya. Dalam keadaan tersebut aku biasanya
berlari-lari tanpa sadar. Bila aku keluar dari kondisi tersebut, aku akan mendapatkan
diriku telah jauh dari tempat aku masuk ke dalam kondisi spiritual tersebut “.
Pernah suatu ketika aku masuk ke
dalam sebuah kondisi spiritual di Baghdad dan aku berlari kira-kira satu jam
tanpa sadar. Setelah sadar aku mendapati diriku berada di negeri Systar yang
berjarak 12 hari perjalanan dari Baghdad. Ketika aku sedang memikirkan
perkaraku ini , tiba-tiba ada seorang wanita berkata kepadaku, ’engkau
terpesona dengan kondisimu padahal engkau Syaikh Abdul Qadir Jailani ‘.
Syaikh
Utsman Shairafi meriwayatkan bahwa Syaikh Abdul Qadir bercerita, “Siang mauupun
malam aku tinggal di padang pasir, bukan di Baghdad. Sepanjang masa itu para
setan mendatangiku berbaris dengan rupa yang menakutkan, menyandang senjata dan
melontariku dengan api. Namun saat itu pula aku mendapatkan keteguhan dalam
hatiku yang tak dapat aku ceritakan dan aku mendengar suara dari dalam hatiku
yang berkata “Bangkit hai Abdul Qodir” telah kami teguhkan engkau dan kami
dukung engkau. dan ketika aku bangkit mereka pun kocar-kacir, kembali ke tempat
semula
Setelah
itu ada setan lagi datang dan mengancamku dengan berbagai ancaman, akupun
bangun dan menamparnya hingga dia lari pontang panting. Kemudian aku baca Laa
haula walaa quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adziim, dan terbakarlah
ia. Di lain waktu setan mendatangiku dengan rupa seorang yang buruk rupa dan
berbau busuk seraya berkata “Aku Iblis datang melayanimu karena ku dan para
pengikutku telah putus asa terhadapmu. “Pergi” kataku kepadanya.
aku tidak percaya dengan apa yang engkau ucapkan. Saat itu muncul tangan dari
langit memukul ubun-ubunnya hngga iblis tersebut terbenam ke dalam bumi.
Ke
dua kalinya iblis tersebut mendatangiku dengan membawa sebuah bola api untuk
menghancurkan aku. Ketika itu datanglah seorang berjubah dengan mengendarai
seekor kuda memberikan sebilah pedang kepadaku. Melihat hal ini si iblis
mundur, tidak jadi menyerangku.
Ketiga kalinya aku melihat iblis
duduk menjauh dariku sambil menaburkan tanah di kepalanya seraya berkata ” Aku
putus asa terhadap dirimu wahai Abdul Qodir” maka aku jawab “Aku tetap curiga
terhadapmu”. mendengar jawabanku ini iblis berkata ” ini lebih dahsyat daripada
bala”……………..
Kemudian disingkapkan kepadaku
berbagai jaring. ‘Apa ini?’ tanyaku. ‘ini’ jawab sebuah suara, ‘adalah jarring-jarring
dunia yang menjerat orang-orang sepertimu ‘. Akupun berpaling dan melarikan
diri darinya. Aku habiskan satu tahun untuk memeraginya hingga aku dapat lepas
dari semua itu. Setelah itu disingkapkan kepadaku berbagai sebab yang
berhubungan dengan diriku. ’Apa ini ?’. Tanyaku. ’ini adalah sebab musabab
kemakhlukan yang berhubungan dengan dirimu, ’ jawab sebuah suara kepadaku.
Akupun menghadapinya selama setahun sampai hatiku lepas dari semua itu ’.
Tahap selanjutnya disingkapkan
kepadaku isi dadaku dan aku melihat hatiku tergantung kepada berbagai hubungan.
Aku bertanya “apa ini?” suara tersebut menjawab ,’ini adalah kemauan dan
plihanmu,’ Jawaban tersebut membuatku menghabiskan waktu setahun lainnya untuk
memerangi hingga aku dapat lepas dari semua itu,’.
Berikutnya disingkapkan kepadaku
jiwaku dan aku melihat berbagai penyakit masih bercokol, hawa nafsunya amsih
hidup dan setan yang ada di dalamnya masih bercokol, haw nafsunya masih hidup
dan setan yang ada di dalamnya masih melawan. Aku memerlukan setahun lainnya
untuk memerangi semua itu hingga berbagai penyakit hati hilang., hawa nafsunya
mati dan setan berhasil aku tundukkan. Dengan demikian segala sesuatu hanya
untuk Allah semata’.
Pada tahap ini akku benar-benar
sendiri, semua yang eksis aku tinggalkan di belakang dan aku tetap belum
berhasil mencapai junjunganku. Aku seret diriku ke pintu tawakal agar dapat
masuk menemuinya. Namun setibanya aku di pintu tersebut, aku mendapatkan
kerumunan orang yang membuatku mundur. Begitu pula di pintu syukur, kekayaan,
kedekatan, penyaksian(musayhadah) semuanya penuh dengan
orang-orang. Akhirnya aku menyeret diriku ke pintu kefakiran. Aku dapati pintu
tersebut kosong dari orang-orang, maka aku memasukinya dan mendapatkan di
dalamnya berisi semua yang aku tinggalkan dan Harta Karun paling besar dan
Kemuliaan Paling Agung (Allah SWT)”.
Syaikh Abu Muhammad Abdullah
Al-Jaba’I menyatakan bahwa Syaikh Abdul Qadir pernah berkata, “Suatu saat aku
duduk di tengah padang pasir, sedang mengulang-ulang pelajaaran fiqih dalam
keadaan kelaparan. Tiba-tiba muncul suara yang berkata kepadaku ,’ Mengapa Aku
tidak melihatmu meminjam uang agar engkau dapat belajar fiqih –atau menuntut
ilmu- (dengan tenang)’. ‘Bagaimana aku berhutang sedang aku tidak sanggup untuk
melunasinya ‘. Jawabku. Kemudian suara tersebut berkata , ‘cari pinjaman dan
kami yang akan membayarnya’.
Akupun pergi ke seorang penjual
sayur dan berkata kepadanya, ‘maukah engkau bertransaksi kepadaku tapi dengan
syarat jika aku aku dapat mengembaloikan apa yang aku pinjam maka aku akan
mengembalikannya kepadamu . Namun jika aku mati dan tidak dpat mengembalikannya
maka engkau menghalalkannya untukku. Yang aku minta adalah sepotong roti dan
sedikit seledri ’. Penjual tersebut menangis mendengar permintaanku dan berkata,
’Sayyidi (tuanku), aku halalkan semuanya untukmu. Ambil saja yang
engkau suka ’. Sejak saat itu aku selalu menerima sepotong roti dan seledri.
Namun setelah hal tersebut berjalan beberapa lama mulai timbul perasaan tidak
enak di hatiku karena ketidak mampuanku membayar si pedagang.
Sat itu sebuah suara berkata
kepadaku, “Pergilah ke tempat A. dan bayarkan kepada pedagang tersebut apa yang
engkau lihat di atas batu ’. Akupun ke tempat tersebut dan melihat sebongkah
besar emas di atas batu yang kemuduan aku bayarkan kepada si pedagang “.
Dalam riwayat yang lain Syaikh
Al-Jaba’I meriwayatkanbahwa Syaikh Abdul Qadir pernah berkata, “aku sedang
bersama orang-orang belajar fiqih ketika suatu saat musim panen tiba.
Oranag-orang tersebut biasanya pergi ke Rusytaq untuk meminta sedikit bagian
dari panen. Pada suatu hari mereka akan pergi ke Ba’quba dan mengajakku. Akupun
pergi bersama mereka.
Di Ba’quba tinggal seorang Shaleh
bernama Ya’qubi. Ketika ia melihatku, dia berkata kepadaku, ’Murid Al-Haq (yang
menginginkan Allah) dan orang-orang saleh tidak pernah meminta sesuatu kepada
seseorang. ’beliau melarangku untuk meminta sesuatu kepada manusia. Dan sejak
saat itu aku tidak pernah pergi ke tempat tersebut.”
Syaikh Abdul Qadir juga pernah
berkataa, “suatu malam aku tenggelam dalam kondisi spiritual yangn membuatku
berteriak. Saking kerasnya teriakanku, para penjaga sampai terkejut dan
mendatangiku. Ketika mendapatiku sedang tersungkur di tanah, mereka segera
mengenaliku dan berkata, ini Abdul Qadir Al-Majnuun (si gila)
yang sengaja mengagetkan kita untuk iingat kepada Allah “.
Untuk Download Artikel Klik Gambar
No comments:
Post a Comment